11 Juni 2009

Peninggalan Tantrayana di Desa Adat Bugbug


Bugbug Di Desa Bugbug-Karangasem adalah desa dikategorikan Desa Spiritual dimana praktek-praktek keagamaan dalam menjalankan Bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa tergolong unik dan frekuensinya cukup banyak. Hampir setiap bulan (purnama/tilem) terdapat acara yang diselenggarakan oleh Desa Pakraman Bugbug untuk menjalankan Upacara sebagai rasa hormat dan syukur kepada Sang Pencipta. Upacara keagamaan tersebut lazim disebut “Usaba”. Seperti: Usaba Manggung, Usaba Kelod, Usaba Bukit Gundul, Usaba Gumang, Usaba Pengalapan, Usaba Pasujan, Usaba Kaja, dan lain sebagainya.

Namun dalam ritual itu terdapat banyak praktek yang bernuansa mistis seolah-olah terdapat kekuatan-kekuatan yang menyatu didalamnya. Pada Usaba yang boleh dikatakan besar seperti usaba Manggung dan usaba Gumang misalnya, nuansa atau nilai-nilai mistis terasa kental dan dengan adanya “Daretan” semakin menambah nilai-nilai tersebut. Banyak dari sosok daretan bila diteliti merupakan pengaruh tantrayana, seperti roh asing (roh selain dirinya) yang memasuki raga daretan itu, ada lagi bersumber dari ajaran Tantar yang disebut Panca Ma, diantaranya alkohol (tuak), daging (anak ayam/pitik) yang dimakan hidup-hidup. Fenomena ini jelas bahwa Tantrayana masih dijadikan sebuah tatanan prilaku menghayati kebesaran Tuhan di Desa Adat Bugbug.

Yang jarang diperhatikan oleh para praktisi Tantra adalah Kuburan Desa Pakraman Bugbug terdapat areal pemujaan yang disebut “Bale Agung Sema”. Salah satu disebutkan dalam ajaran Tantra adalah bahwa kuburan (Setra/Sema) adalah Tempat Suci. Pada areal yang mirip lapangan kecil para penganut Tantra menjalankan kebhaktian terhadap Tuhan dengan caranya sendiri. Hal ini mengacu pada sejarah dimana Raja Kerta Negara menjalankan upacara di kuburan untuk mencapai Moksa. Hingga pada saat ini entah ada atau tidak penganut Tantrayana yang menjalankan kebhaktian di Kuburan sebagai pengejewantahan ajaran Tantra.

Tantra merupakan mutiara Weda yang sangat indah, bila dicari makna dalam makna oleh karena bersumber dari percakapan antara Siva dan Parwati. Namun sayang sekali mutiara Weda itu ditafsirka mentah bila pengetahuan seseorang masih rendah dan akibatnya Tantra disebut Aliran Sesat. Maka dari itu “ MELAJAH MALU, MARA NGOMONG” (belajar dulu baru bicara).

by: Ngh Suweca BW

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukkan komentar anda terkait dengan artikel yang dipilih!

Tools OnLine

 

STT. Dharma Bhakti | Copyright 2009 All Rights Reserved Revolution Two Theme by Brian Gardner | Converted into Blogger Template by Bloganol dot com | Edit Theme by ngayuhayu